masukkan script iklan disini
Batam – Lemahnya pengawasan Pemerintah Kota Batam kembali menjadi sorotan. Sebuah usaha penampungan dan pemotongan besi scrap yang diduga ilegal di kawasan Tanjung Uncang, Kecamatan Batu Aji, Kota Batam, disinyalir menggunakan LPG bersubsidi untuk menunjang aktivitas usahanya. Lokasi usaha tersebut berada di samping PT Nippon Steel, Tanjung Uncang. (23/12/2025)
Berdasarkan pantauan di lapangan, gudang penampungan limbah tersebut diduga tidak mengantongi izin usaha. Hal ini terlihat dari tidak adanya papan nama atau plang usaha, serta bangunan yang berdiri di atas row jalan. Ironisnya, hingga kini belum terlihat adanya tindakan dari instansi terkait di lingkungan Pemerintah Kota Batam, baik Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), maupun Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Usaha yang disebut-sebut milik Sulben Sirait atau Anista Baban tersebut juga diduga tidak memiliki izin pengelolaan Limbah B3. Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap kegiatan usaha yang menghasilkan limbah B3 wajib memiliki izin pengelolaan. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 102, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun serta denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar.
Selain itu, dugaan penggunaan LPG subsidi untuk kegiatan pemotongan besi juga berpotensi melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam Pasal 55, disebutkan bahwa penyalahgunaan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar dan gas bumi yang disubsidi pemerintah dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.
Lebih lanjut, penggunaan LPG subsidi untuk kepentingan usaha juga bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2009, yang secara tegas mengatur bahwa LPG tabung 3 kilogram hanya diperuntukkan bagi rumah tangga miskin dan usaha mikro tertentu, bukan untuk kegiatan usaha menengah atau besar seperti pemotongan besi scrap.
Tak hanya itu, aktivitas usaha yang diduga tidak memiliki izin dan berdiri di atas row jalan berpotensi melanggar Peraturan Daerah Kota Batam tentang Ketertiban Umum dan Perizinan Bangunan, yang mewajibkan setiap pendirian bangunan usaha memiliki izin resmi dan tidak mengganggu fasilitas umum.
Upaya konfirmasi telah dilakukan awak media kepada Sulben Sirait selaku pemilik usaha melalui pesan WhatsApp. Dalam pesan tersebut, awak media mengajukan sejumlah pertanyaan terkait penggunaan LPG subsidi, kepemilikan izin usaha dan izin pengelolaan limbah, serta kelengkapan dokumen resmi asal-usul besi scrap yang diperjualbelikan. Namun hingga berita ini diterbitkan, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan.
Hal serupa juga terjadi saat awak media mengonfirmasi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam, Dr. Herman Rozie, S.STP., M.Si., pada Selasa (23/12/2025). Pesan konfirmasi yang dikirim melalui WhatsApp hanya terbaca tanpa ada balasan hingga berita ini dinaikkan.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Batam, Januar, juga belum memberikan respons saat dikonfirmasi terkait dugaan penyalahgunaan LPG subsidi oleh usaha pemotongan besi scrap tersebut.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan publik terkait efektivitas pengawasan Pemerintah Kota Batam terhadap aktivitas usaha yang berpotensi melanggar aturan, merugikan negara, serta membahayakan lingkungan dan keselamatan masyarakat.(Snd)

